INFORMASI SEPUTAR PENYAKIT TORCH

Posted by Nutrix Jumat, 19 April 2013 0 komentar
APA ITU TORCH ?
 
TORCH adalah sebuah istilah atau singkatan yang mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh TOXOPLASMA,RUBELLA,CYTOMEGALOVIRUS (CMV),HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV). 
Kemudian muncul dibenak kita pertanyaan apa itu TOXOPLASMA,RUBELLA,CMV,dan HSV. Berikut penjelasannya sob..

TOXOPLASMA   
Penyakit yang disebabkan oleh TOXOPLASMA GONDII {Toxoplasma gondii adalah spesies protozoa parasit pada genus Toxoplasma. mampu menginfeksi hampir semua hewan berdarah panas.(ayam, kucing, burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya). Infeksi pada manusia dan hewan berdarah panas lainnya dapat terjadi dengan mengkonsumsi daging mentah atau kurang matang yang mengandung kista T. gondii pada umumnya tidak menghasilkan gejala pada manusia dewasa yang sehat, Namun pada bayi, pasien HIV / AIDS, dan lain-lain dengan kekebalan lemah, infeksi dapat menyebabkan penyakit serius dan kadang-kadang berakibat fatal}.
 

Siklus hidup T. gondii dibagi menjadi dua :
SEKSUAL { terjadi pada kucing, karena reproduksi seksual terjadi pada kucing maka kucing disebut sebagai (HOST DEFINITIVE). }
ASEKSUAL yaitu kemampuan untuk berkembang biak dengan cara membelah diri. { dapat terjadi dalam hampir semua hewan berdarah panas. (HOST INTERMEDIATE) }

Kucing yang terinfeksi T. gondii (misalnya dengan memakan tikus yang terinfeksi kista T. gondii). parasit akan masuk kedalam perut, akhirnya menginfeksi sel-sel epitel usus kecil kucing. Di dalam sel-sel usus, parasit mengalami perkembangan seksual dan reproduksi, menghasilkan jutaan zigot yang mengandung kista yang disebut ookista.
Sel epitel yang terinfeksi akhirnya pecah dan melepaskan ookista ke dalam lumen usus dan bercampur dengan feses / kotoran , ookista kemudian dapat menyebar ke tanah, air, makanan, atau apapun yang berpotensi terkontaminasi dengan kotoran. Ookista dapat bertahan dan tetap infektif selama berbulan-bulan didaerah berilkim dingin dan kering. Siklus infeksi terhadap manusia dan hewan berdarah panas lainnya adalah melalui oral/mulut. Manusia dapat terinfeksi ookista misalnya, mengkonsumsi sayuran yang dicuci kurang bersih/menggunakan air yang terkontaminasi ookista. atau pada saat membersihkan kotoran kucing yang terinfeksi/ mengandung ookista . Manusia juga dapat terinfeksi ketika memakan daging yang dimasak kurang baik (kurang matang).
Di tanah yang tercemar, ookista (toxoplasma) dapat dibawa oleh lalat, kecoak, semut atau cacing tanah ke berbagai tempat di kebun. Ookista dapat menempel di sayuran, buah-buahan atau termakan oleh hewan ternak seperti ayam, kambing, anjing, sapi, dan menembus epitel usus, berkembang biak dengan membelah diri serta menetap dalam bentuk kista pada organ hewan tersebut.
Bentuk parasit T gondii seperti batang melengkung dengan ukuran lebih kecil dari sel darah merah (3-6 mm) bergerak dengan gerakan aktinomisin di bawah membran plasma, dapat menembus sel secara aktif masuk ke berbagai jaringan seperti otot, otak, mata, dan usus. Kucing yang menderita toksoplasmosis akan mengeluarkan beribu-ribu ookista yang tetap infektif selama berbulan-bulan di tanah yang tidak terkena sinar matahari.
 
BUMIL (IBU HAMIL)
TOXOPLASMA dapat tertular ke janin. Akibat yang dapat terjadi apabila ibu hamil terinfeksi Toxoplasma adalah abortus spontan atau keguguran, lahir mati, atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis. Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoid T. gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obat ini dapat memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun, yang dapat menjadi aktif kembali.
 
CARA MENDIAGNOSA INFEKSI TOXOPLASMOSIS
TOKSOPLASMA dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi parasit di sekresi jaringan, cairan tubuh atau adanya peninggian titer antibodi yang sangat tinggi sampai delapan kali. Pada kasus-kasus terbatas dan hanya menggunaan test tunggal dengan peninggian titer antibodi IgM, seseorang sudah dikatakan terinfeksi akut toksoplasma . Walaupun secara klinis diagnosis penyakit ini sulit ditegakkan, tetapi dapat mudah diketahui apakah seseorang bebas dari penyakit, sedang sakit atau telah kebal, melalui pemeriksaan darah terhadap antibodi Toxoplasma dengan teknik Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Pemeriksaan darah seperti ini dapat dilakukan di banyak laboratorium kesehatan, sayangnya biayanya cukup mahal, sehingga pemeriksaan ini benar-benar dilakukan pada kelompok wanita yang berisiko tinggi, seperti kelompok wanita yang memelihara kucing, suka makan daging tidak matang, dan adanya abortus ataupun ada riwayat kematian janin dalam rahim.
 

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
pemeriksaan parasit secara langsung : rumit, tidak praktis, butuh waktu lama, mahal.
pemeriksaan antibodi spesifik Toxoplasma : IgG, IgM dan IgG affinity
 

IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi Toxoplasma. IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi. IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity adalah pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG avidity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya, khususnya pada Trimester I.
TES TOKSOPLASMA YANG PERLU DILAKUKAN IDEALNYA :

  • Sebelum hamil tes IgG
  • Saat hamil, sedini mungkin (bila belum pernah atau hasil sebelumnya negatif) IgG dan IgM Toxoplasma .
  • Bila hasil negatif, diperlukan pemantauan setiap 3 bulan pada sisa kehamilan
INTERPRETASI DATANYA ADALAH :
1. bila IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi Toxoplasma.
2. bila IgG (-) dan IgM (-)
Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi. Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi dan kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.
3. bila IgG (+) dan IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya masih terdeteksi(persisten=lambat-hilang).
Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.
4. bila IgG (+) dan IgM (-)
Pernah terinfeksi sebelumnya, bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi. (Bila ada pertimbangan lain, dokter anda akan meminta izin untuk pemeriksaan lanjutan sesuai kebutuhan)
 

DAMPAK INFEKSI TOXOPLASMOSIS DALAM KEHAMILAN
Toksoplasmosis sering disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya kegagalan kehamilan, dengan berbagai jenis manifestasi klinis seperti abortus, lahir prematur, IUGR, lahir mati dan lahir dengan cacat bawaan seperti kebutaan (retinokoroiditis), hidrosefalus, meningoencephalitis (radang otak), tuli, pengapuran otak,retardasi mental, kejang-kejang, dan gangguan neurologis lainnya.
Biasanya tanda-tanda radang otak (encephalitis) dan serebral palsi berkembang dalam beberapa hari sampai sebulan setelah bayi lahir (Kasper and Boothroyd, 1993; Remington, 1995; Denney, 1999). Prevalensi toksoplasmosis secara serologik pada berbagai populasi di dunia termasuk di Indonesia mencapai lebih dari 50% (Partono dan Cross, 1975; Samil, 1988; Decavalas, 1990; Allain, 1998; Jenum, 1998; Sardjono, 2001a), namun apakah toksoplasmosis memang menyebabkan kegagalan kehamilan dan bagaimana mekanisme terjadinya hal tersebut, sampai sekarang masih belum dapat dijelaskan dengan baik.
Risiko seorang ibu hamil yang terinfeksi akut dengan toksoplasma menurunkan infeksi pada bayi bila tidak segera mendapat pengobatan sangat variatif,. Pada kehamilan trimester pertama risiko penurunan 25 %, trimester kedua 54 % dan 65 % pada trimester ketiga.

  • Pencegahan infeksi toxoplasmia dalam kehamilan
  • Penting melaksanakan pemeriksaan darah terhadap kemungkinan infeksi penyakit ini pada masa pranikah atau sebelum kehamilan bagi kelompok yang mampu, karena penyakit ini dapat diobati sehingga dampak negatif seperti keguguran, lahir mati atau cacat setelah lahir dapat dihindari .
  • Hindari makan makanan yang dimasak mentah atau setengah matang.
  • Bersihkan dan cucilah buah-buahan atau sayuran sebelum dimakan dengan baik.
  • Bersihkan tangan, alat-alat dapur ( seperti; papan atau alas untuk memotong) yang dipakai untuk mengelola daging mentah, hal ini untuk mencegah kontaminasi dengan makanan lainnya.
  • Jangan minum susu unpasteurized dari hewan..
  • Bila akan membersihkan sampah atau tempat sampah, jangan lupa menggunakan sarung tangan, dan cucilah tangan atau sebaiknya serahkan tugas ini kepada anggota keluarga lainnya, bila sedang hamil.
  • Pakailah sarung tangan bila ingin mengerjakan pekerjaan kebun atau perkarangan, untuk menghindari kontak langsung dari kotoran hewan yang terinfeksi.
  • Untuk yang memelihara kucing :
  • Bila memelihara kucing, maka saat mencoba untuk hamil atau sedang hamil, serahkanlah tugas membersihkan kotoran kucing kepada anggota yang lainnya.
  • Bersihkanlah kotoran kucing yang dipelihara setiap hari dan ingat untuk menggunakan sarung tangan dan selalu mencuci tangan setiap selesai membersihkan.
  • Mencuci tangan setiap selesai bermain dengan kucing yang dipelihara.
  • Buanglah kotoran kucing dalam plastik ke tempat sampah, jangan menanam atau meletakanya di dekat kebun atau taman.
  • Jangan memberi makan daging mentah untuk kucing yang dipelihara.
  • Periksakanlah ke dokter hewan bila melihat bahwa kucing yang dipelihara terdapat tanda-tanda sakit.
  • Kucing yang dipelihara didalam rumah, yang tidak diberi daging mentah, dan tidak menangkap burung atau tikus, biasanya tidak terinfeksi
  • Tidak dianjurkan pemeriksaan skrining toxoplasma secara masal mengingat biaya relatif tinggi dan masih tingginya hasil positif palsu dari laboratorium. Hindari para wanita hamil makan daging yang tidak dimasak matang
PENGOBATAN INFEKSI TOXOPLASMIA DALAM KEHAMILAN
Pengobatan pada ibu yang terinfeksi akut toksoplasma diberikan oleh dokter yaitu antibiotika spiramycin yang diikuti pyrimetamin dan sulfadiazine, pemberian antibiotika bertujuan menurunkan risiko menurunnya infeksi pada jabang bayi. Sebaiknya pada wanita yang terinfeksi diperiksa juga Protein C Reaktif (PCR) dari cairan amnion , untuk menilai adakah infeksi pada bayinya. Bila Test PCR positif pengobatan cukup dengan pirymthamin dan sulfadiazine, sedangkan bila tes PCR negatif spyramicin dilanjutkan untuk mencegah risiko infeksi lanjutan bagi bayinya.
Mengingat risiskonya yang besar pada ibu hamil dan janin, dokter akan memberinya obat khusus untuk membunuh parasit dan mencegah infeksi toksoplasma aktif atau bertambah parah. Sementara bagi yang pernah menderita infeksi toxoplasma, hendaknya terus memantau kondisi tubuhnya dna mengonsumsi obat untuk mencegah aktifnya kembali toxoplasma, hingga tubuh benar-benar dinyatakan bersih dari parasit.
 

RANGKUMAN
  • Toxoplasmosis berbahaya bagi janin bila ibu terinfeksi pada saat hamil, khususnya pada Trimester I
  • Gejalanya tidak spesifik perlu pemeriksaan laboratorium pada awal kehamilan
  • Bila IgG & IgM negatif, hindarilah sumber infeksi yang dapat menyebabkan ibu tertular dan selanjutnya perlu dilakukan pemantauan sepanjang kehamilan.
  • Bila IgG dan IgM positif belum tentu terinfeksi, tes lanjutan IgG avidity dapat memperkirakan kapan infeksi terjadi (sebelum atau pada saat hamil)
RUBELLA
Rubella yang juga sangat berbahaya bagi ibu hamil. Virus Rubella memang tidak hanya menyerang ibu hamil, tetapi efek yang diakibatkan virus ini patut diwaspadai oleh ibu hamil karena bisa menyebabkan keguguran, terganggunya perkembangan pada janin, hingga terjadinya kelainan saat proses kelahiran. Dan terakhir, ada dugaan sementara bahwa Virus Rubella yang menyerang ibu hamil dapat menyebabkan anak mengalami autisme.
Untuk itu sebelum merencanakan kehamilan ada baiknya Anda mendeteksi terlebih dahulu ada tidaknya virus ini dalam tubuh dengan melakukan serangkaian tes yang disebut tes TORCH. Namun bagi seorang ibu yang sudah terkena Virus Rubella sebelum hamil maka ketika hamil ia malah memiliki kekebalan tubuh terhadap virus tersebut, kekebalan tubuh si ibu terhadap Virus Rubella itu akan ikut masuk ketubuh janin dengan begitu, janin tidak akan terkena Rubella .
Pada dewasa gejala awal tersebut sifatnya ringan bahkan sama sekali tidak timbul. Ruam (kemerahan pada kulit) pada awalnya muncul di wajah dan leher lalu menyebar ke seluruh badan, dan berlangsung 3 hari. Dan Pada langit-langit mulut timbul bintik-bintik kemerahan.
Infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin. Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Dokter tentunya juga tidak curiga bila tidak mendapat laporan dari ibu. Walaupun ibu tidak merasa apa-apa, tetapi akibatnya dapat fatal bagi janin.
Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi. Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya < 12 minggu maka risiko janin tertular 80-90 persen. Jika infeksi dialami ibu saat usia kehamilan 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi turun yaitu 10-20 persen. Namun, risiko janin tertular meningkat hingga 100 persen jika ibu terinfeksi saat usia kehamilan > 36 minggu. Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang sekali terjadi infeksi.
 

PENYEBAB
Virus rubella merupakan virus RNA tergolong genus Rubivirus dalam famili Togaviridae. Virus rubela berbentk bulat (sferis) dengan diameter 60-70 nm dan memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang mengandung glicoprotein envelope E1 dan E2. Virus bersifat termolabil, cepat menjadi tidak aktif pada temperatur 37◦C dan pada temperatur -20◦C dan relatif stabil selama berbulan bulan pada temperatur -60◦C. Virus rubela dapat dihancurkan oleh enzim proteinase dan pelarut lemak tetapi relatif rentan (resistent) terhadap pembekuan, pencairan dan sonikasi tampaknya rubela stabil secara antigen dan berbeda dari semua virus lain yang telah dikenal. Berbeda dengan togavirus yang lain, virus rubela hanya terdapat pada manusia. Penularan virus ini terjadi terutama melalui kontak langsung atau droplet dengan sekret nasofaring dari penderita. virus biasanya diisoloasikan pada biakan jaringan.
 

MANIFESTASI KLINIS
PADA IBU HAMIL :

  • Adenopati (khas) terutama nodus limfatikus belakang telinga, oksipital dan leher belakang
  • Sakit kepala
  • Sakit tenggorokan
  • Ruam Ruam rubela bermacam-macam bentuknya. Ruam menetap selama 2 sampai 3 hari dalam pola yang disebut kaledidoskopik karena perubahan bentuknya. Mula- mula makula merah muda yang ireguler (biasanya dalam 24 jam) timbul di leher, badan, lengan dan akhirnya di kaki. Pada hari berikutnya lesi ini menyatu, membentuk komponen makulopapular dan menjadi skar; atiniformis. Muka sering bebas ruam pada saat ruam penuh sampai tungkai bawah. Jarang terjadi deskuamas.
  • Demam (39 C-39C)
  • Poliartralgia dan poliartritis (khas untuk wanita). Keluhan yang paling khas muncul dengan ruam atau dalam beberapa hari setelah serangan ruam. Sendi yang dikenai sering simetris bisa berkisar mulai dari kaku waktu pagi sampai keluhan artritis yang diti dengan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan. Manifestasi sendi pada rubela bersifat sementara dan tidak menimbulkan kerusakan sendi.
  • Serologi: IgM : Terdeteksi pada 1-5 hari setelah muncul ruam dan betahan hingga 1-4 minggu. Titer turun, tidak terdeteksi setelah 6-12 minggu. IgG : Dapat di deteksi pada 1-3 hari setelah muncul gejala, bertahan seumur hidup.
PENCEGAHAN SEBELUM KEHAMILAN
  • Sebelum hamil pastikan bahwa Anda telah memiliki kekebalan terhadap virus Rubella dengan melakukan pemeriksaan anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM.
  • Jika hasil keduanya negatif, sebaiknya Anda ke dokter untuk melakukan vaksinasi, namun Anda baru diperbolehkan hamil 3 bulan setelah vaksinasi
  • Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan anti-Rubella IgG positif, dokter akan menyarankan Anda untuk menunda kehamilan
  • Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi dan antibodi yang terdapat dalam tubuh Anda dapat melindungi dari serangan virus Rubella. Bila Anda hamil, bayi Anda pun akan terhindar dari Sindroma Rubella Kongenital.
  • Bila Anda sedang hamil dan belum mengetahui apakah tubuh Anda telah terlindungi dari infeksi Rubella maka Anda dianjurkan melakukan pemeriksaan anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM :
  • Jika Anda telah memiliki kekebalan (anti-Rubella IgG positif), berarti janin Anda pun terlindungi dari ancaman virus Rubella
CYTOMEGALOVIRUS (CMV) 
CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan melalui berbagai cara seperti tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air susu , air seni dan air liur , atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan pada wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis. Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.
 

DIAGNOSIS
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup
MASALAH DARI INTERPRETASI TES SEROLOGI ADALAH :

  • Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi yang tepat
  • Angka negatif palsu yang mencapai 20%
  • Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten
DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik. Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%.
 

10 – 20% NEONATUS YANG TERINFEKSI MEMPERLIHATKAN GEJALA-GEJALA :
  • HIDROP NON IMMUNE (edema janin)
  • PJT SIMETRIK (pertumbuhan janin terhambat)
  • KORIORETINITIS ( radang /inflamasi lapisan koroid dibelakang retina mata )
  • MIKROSEPALI (volume/ukuran kepala kecil)
  • KALSIFIKASI SEREBRAL (pengapuran otak)
  • HEPATOSPLENOMEGALI (pembesaran limfa dan hati)
  • HIDROSEFALUS
80 – 90% TIDAK MENUNJUKKAN GEJALA NAMUN KELAK DIKEMUDIAN HARI DAPAT MENUNJUKKAN GEJALA :
  • Retardasi mental
  • Gangguan visual
  • Gangguan perkembangan psikomotor
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin. CMV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke janin sebesar 0.15% – 1%. Tidak ada terapi yang efektif untuk cytomegalovirus dalam kehamilan. Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah
 

USAHA UNTUK MEMBANTU DIAGNOSA INFEKSI CMV PADA JANIN ADALAH DENGAN MELAKUKAN :
  • Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan sistem saraf pusat
  • Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion
HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV)
Virus herpes simpleks merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion body. Intranuclear inclusion body yang matang perlu dibedakan dari sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi adalah adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi membran inti.
 

ETIOLOGI/PENYEBAB
Penyakit herpes simpleks di sebabkan oleh virus herpes simpleks. Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :

  • VIRUS HERPES SIMPLEKS TIPE I , yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun..
  • VIRUS HERPES SIMPLEKS TIPE II , hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.
PENYEBARAN/PENULARAN
Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian besar dengan kontak seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi , kontak dengan partner seksual yang menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan mengakibatkan penyakit yang bersifat klinis. Penyebaran tanpa hubungan sexual dapat terjadi melalui autoinokulasi pada penderita infeksi virus herpes simpleks atau dengan cara lain yang dibuktikan pada kasus herpes genital pada anak-anak.
Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan penularan virus herpes yang lain seperti sitomegalovirus, Epstein-Barr virus dan lain-lain.
Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada neonatal yang paling sering terjadi. Meskipun demikian kejadian herpes neonatal kecil sekali yaitu 1 : 25 000 kelahiran . Beberapa keadaan yang mempengaruhi terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50 % sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5 – 5 %.
 

GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk yaitu :


1. INFEKSI PRIMER yang biasanya disertai gejala ( simtomatik ) meskipun dapat pula tanpa gejala( asimtomatik ). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas tertentu dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3 – 6 hari ( masa inkubasi terpendek yang pernah ditemukan 48 jam ) yang diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu. Adenopati inguinalis yang bisa menjadi sangat parah. Gejala sistemik mirip influenza yang bersifat sepintas sering ditemukan dan mungkin disebabkan oleh viremia. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang berat. Retensi urin dapat terjadi karena rasa nyeri yang ditimbulkan ketika buang air kecil atau terkenanya nervus sakralis. Dalam waktu 2 – 4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari ganglion saraf. Kelainan pada serviks sering ditemukan pada infeksi primer dan dapat memperlihatkan inflamasi serta ulserasi atau tidak menimbulkan gejala klinis.
2. INFEKSI REKUREN Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, pertikel-partikel virus akan menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis ( pelepasan virus ) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih singkat (2 – 5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begitu sering terjadi pada infeksi yang rekuren.
 

INFEKSI PRIMER pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang, melalui plasenta atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :
1. DISSEMINATA ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru. Hepar, adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terserang bayi prematur.
2. LOKALISATA ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian lebih rendah dibanding bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 % akan menyebar dan menjadi bentuk disseminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan kebutaan dan 30 % disertai kelainan neurologis.
3. ASIMTOMATIK , hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.
 

DIAGNOSIS
Secara klinis bila didapatkan lesi yang khas maka dapat dicurigai infeksi virus herpes simpleks, tetapi diagnosis yang paling baik adalah ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Sensitivitas pada pemeriksaan kultur hampir 95 % sebelum lesi tersebut membentuk krusta saat spesimen diperoleh dan ditangani dengan benar. Pada hakekatnya hasil positif palsu tidak ditemukan. Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 48 jam, dan bahkan pada yang eksaserbasi asimtomatik diperlukan waktu yang lebih lama lagi mengingat titer virus yang lebih rendah.
Cara yang lebih cepat adalah dengan memeriksa adanya antibodi secara ELISA, dengan sensitivitas 97,5 % dan spesifisitas 98 % meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam. Metode serologi ini banyak dipakai dalam penelitian epoidemiologi dan secara luas mulai banyak dipakai meskipun manfaat dalam klinis masih diragukan karena sebagian besar populasi adalah seropositif untuk virus herpes simpleks tipe 1 sedang reaksi silang dengan virus herpes simpleks tipe 2 sering terjadi. Bila ditemukan serokonversi atau adanya IgM spesifik maka kemungkinan infeksi primer harus dipikirkan.
 

BEBERAPA CARA PENULARAN TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat secara aktif (didapat) dan secara pasif (bawaan).
PENULARAN SECARA AKTIF DISEBABKAN ANTARA LAIN :
1. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mengandung Kista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah melalui jalur ini, yaitu melalui masakan yang setengah matang,
2. Makan makanan yang tercemar ooscysta dari feses (kotoran) kucing yang menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oocysta akan mencemari tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena oocysta bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
3. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid, cysta), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan Levine 1987).
4. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
5. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH melalui plasenta.
6. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi yang sedang disusuinya.
7. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan terkontaminasi oosista lebih besar.
8. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
 

MENCEGAH TORCH (BUMIL)
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir dengan baik dan sempurna.
MAKAN MAKANAN BERGIZI
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
LAKUKAN PEMERIKSAAN SEBELUM KEHAMILAN
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Anda dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
MELAKUKAN VAKSINASI
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
MAKAN MAKANAN YANG MATANG
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau parasit penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian Anda.
PERIKSA KANDUNGAN SECARA TERARTUR
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
JAGA KEBERSIHAN TUBUH
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah penting.
HINDARI KONTAK DENGAN PENDERITA PENYAKIT
Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun yang menderita infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak Jerman.
Dengan mencari lebih banyak informasi tentang kehamilan serta merawat dirinya sebelum dan selama masa kehamilan maupun dengan memikirkan masak-masak jauh di muka tentang berbagai aspek melahirkan, seorang wanita akan melakukan sebisa-bisanya untuk memastikan kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang wanita hamil, cobalah untuk selalu waspada terhadap berbagai penyakit seperti TORCH agar bayi Anda terlahir sehat.


NOTE :
Dari uraian diatas penting bagi kita sob untuk selalu menjaga kebersihan, baik itu kebersihan diri, maupun lingkungan .
Dan buat para ibu-ibu..hehe.. Ga sob, ini buat semuanya, untuk memperhatikan cara mencuci sayuran,buah-buahan dan cara memasak makanan yg baik. ( INTINYA PHBS ). Walaupun masih banyak faktor lain yang berpengaruh.
KARENA TORCH INI TIDAK HANYA PADA IBU HAMIL, TAPI BIAS TERKENA PADA SIAPAPUN BAIK ITU LANSIA,ORANG DEWASA,REMAJA,ANAK,MAUPUN BAYI. BAIK LAKI-LAKI ATAU PEREMPUAN.




DIKUTIP DARI BERBAGAI SUMBER
TOXOPLASMA GONDII (WIKIPEDIA)
RUMAH SAKIT PENYAKIT INFEKSI PROF.DR. SULIANTI SAROSO (http://bidanku.com)
TOXOPLASMOSIS PD BUMIL (http://khanzima.wordpress.com)
INFEKSI CMV (http://koranindonesiasehat.wordpress.com)
PENCEGAHAN RUBELLA PD KEHAMILAN (http://childrengrowup.wordpress.com)
ASKEP HSV (http://ahmadfirmanismail.blogspot.com)

0 komentar:

Posting Komentar

TAYANGAN HALAMAN